Rahim

Skrenario Rendy Oktriananda, adaptasi Cerpen "Rahim" karya Cok Sawitri.

Rendy Oktriananda
Oleh Rendy Oktriananda 343 Dilihat
12 menit membaca

SCENE 1
INT. Apartemen Nagari – Pagi menuju siang – Sunyi

Layar Hitam.

V.O. Nagari
Saya Nagari. Dua puluh lima tahun. Pekerjaan, Menulis. Apapun. Syair, sajak… kritik. Apa saja. Untuk menghibur, intinya, menghibur. Menghibur orang-orang.

Fade In Nagari tertidur dengan tidak nyenyak. Suara ketukan pintu samar-samar terdengar. Perlahan Nagari bangun dari tidurnya. Dengan lemas menuju pintu dan membukanya. Di balik pintu ada Prya menunggu sambil membawa tas komputer jinjing, menanti dengan tatapan sayu. Begitu pintu terbuka, wajah Prya terlihat lega. Nagari menatap Prya, pun begitu sebaliknya.

Cut to Prya duduk di meja makan sementara Nagari membuatkan kopi untuk Prya.

Nagari
(Masih sambil membuatkan kopi. Tanpa melihat Prya)
Kalau tak ada yang ingin dibicarakan, trus ngapain kesini?

Prya hanya diam memperhatikan semua gerakan Nagari tetap dengan tatapan sayu. Bagitu Nagari selesai dengan kopinya, Ia berpaling. Prya langsung membuang tatapannya dari Nagari. Nagari menghampiri Prya dan menyuguhkan kopi racikannya. Nagari ikut duduk berhadapan dengan Prya.

Nagari
Minum.

Nagari menyeruput kopi miliknya. Prya terdiam, tertekun menatap kopi buatan Nagari. Diam kembali menyelimuti keduanya.

Prya
(masih tertekun tak memperhatikan Nagari)
Kopimu masih sama. Harum. Tak ada yang berubah. Masih sama saat pertama kali kau buatkanku kopi untukku. Aku benar merindu. Rindu saat-saat berduaan bersamamu.

Nagari
Berhentilah melankolis!

Keduanya terdiam. Nagari kemudian kembali menyuruput kopinya.

Nagari
Kau sudah ga doyan kopi?

Prya
Bagaimana bisa?

Prya tak melanjutkan bicaranya. Kali ini Ia menatap Nagari. Tatapan mereka kembali menyatu.

Prya
Tiga hari kemarin, kemana saja?

Nagari
Kau ingat tentang apa yang kau beritahu padaku seminggu lalu?

Prya diam.

Nagari
Itu terjadi. Itu terjadi padaku. Aku akhirnya dijemput.

Prya
Lalu?

Nagari
Hanya interogasi biasa. Tak lebih.

Prya
Apa saja yang mereka tanyakan padamu?

Nagari
Banyak hal.

Prya
Apa saja?

Nagari
Nama, alamat, pekerjaan dan sebagainya.

Prya
Itu saja?

Nagari terdiam. Terlihat memikirkan apakah Ia harus memberitahu Prya atau tidak.

Nagari
Kau ingat Annisa?

Prya
Tentu… Annisa… Perempuan malang itu…

Nagari
Aku tak paham apakah kejadian penjemputan yang menimpa Annisa, yang membuatnya terlihat seperti oang gila sekarang, memiliki dalang yang sama dengan kejadian penjemputanku. Tapi yang pasti, kejadian ini bertautan.

Prya sontak kaget. Tak lama, keduanya diam.

Nagari
Aku ditanya soal rahimku. Yang sudah terjadi lebih dari setahun lalu. Sedang Annisa, kehilangan rahimnya tak lama setelah penjemputan itu.

Prya
Pasti berat bagi Annisa.

Nagari
Pasti

Prya
Sepengetahuannya, Ia hanya dibawa berkeliling dengan mata tertutup.

Nagari
Yang aku yakini ada hal besar terjadi padanya. Yang entah bagaimana bisa Ia melupakannya . . . Ia yang melupakannya, atau Ia yang dipaksa untuk tak mengingatnya

Prya
Atau memang ingatannya dipermainkan agar tak mengingatnya.

Nagari
Entahlah. Tak lama setelah penjemputan itu, Ia mengeluh nyeri di perutnya. Setelah diperiksa, entah bagaimana bisa, rahimnya hilang. Aneh. Dan Ia tetap tak mengingat apa-apa selain dibawa keliling-keliling. Dengan mata tertutup.

Diam kembali menyelimuti mereka.

Prya
Kau yakin hanya di interogasi?

Nagari
Yakin! (tertawa kecil, miris) Sejujurnya aku kecewa. Aku pikir penjemputan ini ada kaitannya dengan tulisan-tulisanku. Ternyata ide-ide ku, gagasan-gagasan ku, kritik-kritik ku belum cukup menampar hingga membuat aku harus “mempertanggung-jawabkannya”. Di lubuk hatiku, Aku sering berkhayal, suatu saat nanti, Aku akan mengalami peristiwa semacam ini. Lalu orang-orang ribut di Koran-koran, menjadi bahan pergunjingan. Menjadi gosip. Ramai. Sampai luluh lantak tanpa ujung pangkal. Ya, di lubuk hatiku yang terdalam, terlalu sering Aku bayangkan diri dilukai berkali-kali kemudian darah menetes sebagai bukti bahwa Aku telah memperjuangkan sesuatu dan membuat orang-orang terharu. Sastrawan besar kemudian menuliskan sajak untukku. Mahasiswa-mahasiswa kemudian meneriakkan namaku. Aku dijadikan simbol. Tapi apa? Penjemputan itu tak lebih dari karena rahim busuk yang setahun lalu, SATU TAHUN YANG LALU, sudah ku buang!

Keduanya kembali diam.

Prya
Sekali lagi, bisakah kau ceritakan apa yang terjadi pada rahimmu?

Nagari menatap Prya. Seolah tak percaya pada pertanyaan Prya. Dengan ragu Ia menjawab.

Nagari
Tumor. Ada daging busuk yang menempel di rahimku. Tak lagi ada guna rahimku. Dibiarkan, aku mati. Mau tak mau diangkat. Itu logika medis! Dan mereka justru mencuriagiku akan hal itu.

Prya
Mencuriagi bagaimana?

Nagari
Aku dipaksa memberitahu mereka, apakah ada semangat lain yang membuatku membuang rahim busuk itu. Semangat lain apa yang mereka maksud aku pun tak mengerti! Bahkan jika harus memilih, mana rela aku membuang organ intim yang menjadikanku wanita sebenar-benarnya wanita! Tapi mereka kukuh. Mereka kukuh menanyakan siapa yang memaksaku untuk membuang rahim itu. Mereka bilang ada di pihakku. Entah apa lagi maksudnya itu.

Prya hanya terdiam, seolah ingin menyampaikan sesuatu yang besar.

Prya
(ragu)
Kau menulis kan? Tentu kau mengikuti perkembangan apa saja yang terjadi sekarang. Apalagi hal-hal berbau politik. Harusnya, tak ada yang membuatmu bingung?

Nagari
Apa yang kau dibicarakannya?

Prya terdiam. Menelan ludah. Memperbaiki posisi duduknya, kemudian menatap Nagari.

Prya
Baru-baru ini aku disuruh menghimpun data, sebuah penyelidikan. Tentang hal-hal aneh yang terjadi beberapa waktu terakhir. Tentang Annisa. Dan mungkin, tentang kau.

Nagari mengerutkan keningnya. Mengusap pelipis, pusing. Menarik nafas dalam, kemudian menatap Prya.

Nagari
Lalu?

Dialog ini mengungkit kembali ingatan Nagari saat diinterogasi. Sekelebat bayangan dirinya saat diinterogasi muncul yang membuat kepalanya semakin sakit. Adegan yang ditampilkan bergantian, antara dialog dengan Prya dan saat interogasi. Sesekali memperlihatkan wajah kebingungan Nagari.

Prya
Hasilnya mungkin belum terlalu pasti. Tapi indikator-indikator dan fakta-fakta yang telah terkumpul,

Interogator
Indikator yang kami pelajari. Fakta yang kami kumpulkan. Telah menujukkan arah yang benar.

Prya
Menunjukkan adanya sebuah gerakan teror baru,

Interogator
Saudari tahu, gerakan membuang rahim ini telah menjadi pola gerakan teror baru,

Prya
dimana ditemukan sebuah kelompok yang menginginkan semua wanita membuang rahimnya. Caranya beragam.

Interogator
tujuannya mengganggu ketentraman dalam negeri. Ini sudah menjadi bagian gerakan politik direkayasa oleh kekuatan luar!

Prya
Ada yang diajak secara baik-baik, dimainkan pikirannya, hingga secara eksplisit, dibius, dan dikoyak rahimnya. Tapi ada satu hal yang masih dalam penyelidikan, yaitu,

Interogator
Ini sebabnya kami minta tolong pada Saudari. Agar kami tahu,

Prya dan Interogator
siapa dibalik semua ini?

Nagari sesak nafas. memijit kepalanya sejenak. Mengatur nafas. kemudian menyuruput kembali kopinya. Nagari kembali melihat Prya.

Prya
Gerakan ini bukan main-main. Gerakan anti kelahiran generasi baru, namanya. Daripada melahirkan anak tetapi tidak dirawat dengan baik, tidak dilindungi oleh aturan yang baik, lebih baik tak melahirkan. Bayangkan, semua perempuan membuang rahimnya! Tak ada kelahiran baru. Semua tua lalu mati. Tidak perlu lagi gerutuan soal sembilan bahan pokok, tidak perlu lagi ini atau itu, karena hidup berakhir sudah. Begitulah dasar pemikiran mereka. Dangkal memang. Tapi ini terjadi. Dan, dan dekat dengan, dengan kita!

Nagari
Lalu apa? Apa hubungannya denganku. Kau tahu. Yang lain juga tahu. Aku membuang rahimku karena Tumor! Karena daging busuk tumbuh di rahimku!

Prya
Itulah tujuanku kemari. Aku tahu kau masih terpukul akan operasi setahun yang lalu tapi, cobalah berpikir jernih. Coba kaitkan operasimu dengan apa yang mewabah sekarang ini.

Nagari menelan ludah.

Prya
Coba kau ingat, dimana kau melakukan operasi itu?

Nagari
Sebuah rumah sakit kecil, tak jauh dari kantorku.

Prya
Bagaimana bisa sebuah rumah sakit kecil bisa melakukan prosedur operasi sebesar itu?

Nagari hanya terdiam, tertegun.

Prya
Lalu, ingatkah kau nama dokter yang mengoperasi rahimmu?

Nagari
(ragu)
Untuk apa aku mengingatnya… lagipula, itu sudah satu tahun yang lalu.

Prya
Lalu, ingatkah kau saat pertama kali kau didiagnosis tumor sampai akhirnya diputuskan untuk mengoperasi perutmu?

Nagari terdiam sejenak, berpikir, bingung. Keduanya terdiam, hening. Nagari kembali terlihat berpikir. Kemudian terlihat marah.

Nagari
(dengan suara bergetar)
Kau! Dibayar berapa kau?

Prya
Apa maksudmu?

Nagari
Kau pasti bagian dari mereka kan? Mencuriagiku tanpa alasan.

Prya
Aku tak mencuriagimu. Dan ini juga, bukan tanpa alasan.

Nagari
Tak mencurigaiku bagaimana. Kau datang-datang menanyai rahimku. Persis seperti algojo-algojo itu!

Prya
Hei. Aku disini bukan karena…

Nagari
Pergi!

Prya
Dengarlah dulu. Gerakan buang rahim itu benar adanya, aku…

Nagari
Kubilang pergi!

Prya
Aku sendiri yang melihat hasil-hasil penyelidikannya. Dan salah satu data yang kudapat…

Nagari
Sekali lagi, tolong pergi.

Prya
Kau dengar dulu, hasil yang aku dapat kau adalah…

Nagari
Sudahlah pergi!

Prya
Kau adalah korban!

Nagari
(mendebrak meja)
PERGI!

Prya
Kau korban, Nagari! Kau salah satu korban mereka! Pikiranmu dipermainkan!

Nagari sontak terdiam.

Prya
Kau korban mereka.

Prya mengeluarkan berkas. Isinya tentang kasus kriminal yang menimpa Nagari, dengan isi biodata nagari, pas foto di sudut kiri dan tulisan besar bertuliskan, “Korban Kriminal”

Prya
Kau membuang rahimmu bukan karena tumor. Mereka, orang-orang gila yang mempelopori gerakan itu yang membuang rahimmu. Perutmu dikoyak, rahimmu dibuang. Dan ingatanmu, dipermainkan. Otakmu dicuci!

Nagari mengurut dahinya. Tertegun.

Nagari
Sudah! Peduli setan. Aku pusing. Kuminta dengan hormat, kau pergilah.

Prya diam. Tak lama ia mengeluarkan flashdisk dari tas komputer jinjing. Meletakkannya disamping cangkir kopi buatan Nagari.

Prya
Baiklah. Aku yakin kau butuh waktu untuk menerimanya. Ini, semua data tentang kau aku kumpulkan ada disini. Barang pikiranmu sudah jernih, kau bisa melihatnya.

Prya membereskan tasnya. Kemudian berangsur pergi.

Prya
Ingat, aku akan selalu untukmu.

Nagari
Tak perlu. Dan juga, janji kita baiknya kau lupakan. Lagipula, tak akan bisa aku melahirkan anak dari benihmu.

Prya
Aku tahu kau risau. Dan aku yakin, kata-kata tadi tak kau hendaki. Aku akan tetap disisimu.

Prya lalu pergi. Nagari menatap nanar flashdisk dan berkas yang ditinggalkan Prya.

SCENE 2
INT. Apartemen Nagari – Malam – Sunyi

Nagari menatap nanar ke luar jendela. Tak lama pandangannya menuju berkas dan flashdisk yang ditinggalkan Prya.

Cut to Nagari di meja kerja. membuka komputer jinjing. Inject flashdisk. Terkejut. Matanya menari kiri-kanan memerhatikan layar. Jarinyanya menari di mouse komputer. Kemudian terhenti di satu file video. Klik. Nagari terkejut.

Suara Video
“gerakan anti kelahiran generasi baru sudah sangat meresahkan negara ini. Salah satu korban dari gerakan ini adalah Nagari. Usia dua puluh lima tahun. Pekerjaan, menulis.”

Kemudian film menunjukkan antrian panjang. Cut to Nagari berjalan perlahan dari belakang di lorong yang terlihat seperti rumah sakit. Cut to Nagari memasuki pintu. Cut to wajah nagari dengan tatapan kosong yang menghilang tertutup daun pintu. Di daun pintu bertuliskan, “Anti Kelahiran Generasi Baru”.

V.O. Nagari
Saya Nagari. Dua puluh lima tahun. Pekerjaan, menulis.

TAMAT

 

Bagikan karya ini

Tentang Pengarya

Tinggalkan Komentar